Tak terasa setelah kepulangan ibu dari rumah sakit Borromeus Bandung pada tanggal 27 Pebruari 2011, kami & sekeluarga memutuskan merawat ibu dirumah saja. Mengingat beban penyakit yang ibu kami derita sudah sangat berat, dan keterbatasan finansial. Ya, mulai tanggal 28 Pebruari kami sekeluarga sepakat merawat dengan perlengkapan seadanya.
Dari hari ke hari kadang merasa kami tidak mampu dan secara mental kadang ada letupan emosional. Tapi untunglah PKS dari gereja kami secara rutin menyegarkan kondisi kami sekeluarga, berupa kegiatan doa, baca firman, atau sekedar sharing dan saling menguatkan iman kami.
Kesehatan ibu kami dari hari ke hari makin memburuk, karena infeksi dari tulang belakangnya yang makin meluas, kami berusaha sekedar memanggil dokter ke rumah, dan obat-obatan seadanya. Karena ibu kami sudah tidak bisa bangun bahkan untuk mengerakan kaki pun sudah tidak bisa, belom ditambah kondisi penyakit menahun Asma-nya. Untuk makan pun paling bisa bubur saring, atau kue yg dilarutkan dengan susu hangat dan itu pun cuma beberapa sendok saja setiap kali makannya.
Ibu kami bertahan karena ada bantuan oksigen yang terus menerus masuk lewat hidungnya. Dirawat dan diawasi 24 jam sehari. Lawatan sanak sodara, atau sekedar saling memotifasi itulah yang mungkin membuat ibu kami masih bisa bertahan. Dan kami pun sering berdiskusi mengenai ini bersama keluarga dan kerabat dekat. Dan memang semua sudah angkat tangan, no idea, no power dan pasrah/berserah sepenuhnya kepada Tuhan.
Memasuki bulan April 2011, kondisi ibu kami sudah jarang sadar. Daya ingat sudah pudar, lidah membengkak, jangankan untuk makan untuk bicara saja sudah tidak bisa, hanya bahasa isyarat sebagai alat komunikasi dengan keluarga. Seperti inilah kondisi satu minggu sebelom ibu kami meninggal dunia.
Dan kita sebagai keluarga cuma bisa menangis, meratapi, dan berdoa kepada Tuhan. Memang inilah waktu yang telah ditentukan Tuhan, dan inilah kehendakNya yang Agung.